Candi Dieng merupakan sebuah komplek candi yang terletak di dataran tinggi dieng yang bersifat agama siwa, yang terletak di ketinggian 2090 meter di atas permukaan laut, di sebelah utara terletak gunung prau dan dari arah gunung mengalir sungai tulis ( kali tulis ) kearah selatan mengalir ke desa Dieng dan dahulunya membentuk sebuah danau di kenal sebagai danau balekambang, agar air tidak terlalu penuh saluran air berupa trowongan yang di sebut gangsiran aswatama untuk mengalirkan air yang ada di dataran tinggi dieng.
Candi -candi di Dieng sekarang tersisa sekitar sembilan buah candi kemungkinan berasal dari abad VIII-IX. sebuah prasasti di temukan komplek memiliki angka tahun 713 saka sama dengan 809 masehi,namun kemungkinan ada sebuah candi-candi tersebut ada yang lebih tua dari sekitar aba ke VIII. Nama-nama candi di dieng ini di beri nama tokoh wayang, seperti candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Bima, Candi Dwarawati, Candi Gatotkaca, Candi Setyaki.
Komplek candi arjuna, waktu pertama kali di temukan pada abad ke 18, oleh arkelogi dari belanda yang bernama Teodor Van Erp sewaktu di temukan candi-candi tersebut masih tergenang oleh air, baru kemudian pada tahun 1814 ahli arkeologi dari inggris yang bernama H.C Cornelius mengadakan penyelamatan candiā tersebut.
Setelah 42 tahun kemudian tepatnya tahun 1856 usaha pengeringan candi dilakukan oleh J.van kinsbergen melalui trowongan gangsiran aswatama untuk mengalirkan air yang ada di dataran tinggi dieng.
Di samping itu, di sebelah barat daya Balekambang, di kaki bukit Pangonan terdapat candi Gatotkaca, candi Dwarawati di sebelah utara dekat bukit Prau, dan di ujung selatan terdapat candi Bima.
Secara sepintas, candi-candi tersebut mirip dengan kuil-kuil di India, namun kalau kita perhatikan, sangat besar perbedaannya. Ciri-ciri umum candi-candi di Dieng, berdenah bujur sangkar, mempunyai tiga bagian candi, yaitu kaki-tubuh-atap. Perkecualian terdapat pada candi Semar, karena berdenah empat persegi panjang, dan atap tidak menjulang seperti candi-candi lainnya, melainkan berbentuk padma (sisi genta). Demikian pula di antara candi-candi tersebut, candi Bima mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan ketujuh candi lainnya, untuk lebih jelasnya akan di deskripsikan tiga buah candi yaitu candi Arjuna, candi Semar dan candi Bima.
Candi menghadap ke timur, Seperti candi-candi di Dieng lainnya, candi Bima mempunyai tiga bagian candi, Namun perbedaan yang menyolok, atap candi Bima mengikuti gaya atap India Utara (gaya Arya), lapisan-lapisan atap tidak terlihat, dan atap dihias dengan amalaka (semacam bola pipih), pada bagian atas menara sudutnya, mungkin pula puncak candi. Di samping hiasan amalaka, atap candi Bima di hias dengan sederetan relung palsu dengan arca-arca kepala tokoh yang seolah-olah melihat dari jendela. Relung-relung ini di India disebut ragam hias kudu.
Candi Bima mempunyai ciri-ciri arsitektural yang sangat berbeda dengan candi-candi di Dieng lainnya. Candi Bima terpengaruh oleh ciri-ciri kuil India Utara, sedangkan candi yang 6 (tidak termasuk candi Semar) mengikuti gaya India Selatan.